Senin, 17 Juni 2013

Kerajaan Tertua Di Jawa

Kerajaan tertua di Jawa yang diketahui secara umum saat ini adalah Tarumanagara, namun dalam naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara dikisahkan bahwa Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII, penguasa Salakanagara. Karena itu dianggap Salakanagara sudah ada sebelum Tarumanagara. Berdasarkan naskah tersebut, Kerajaan Salakanegara diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara yang terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang. Bahkan pada tahun 150, Claudius Ptolomeus filsuf Yunani yang menaruh perhatian khusus pada astronomi dan geografi menyebut kerajaan ini dalam bukunya yang berjudul Geographia. Dalam buku itu disebutkan bahwa di dunia timur terdapat Iabadiou, sebuah negeri yang subur dan mempunyai bandar niaga bernama Argyre yang tempatnya di ujung barat negeri itu. lobadiou adalah Jawa, sedangkan Argyre adalah bahasa Yunani yang berarti perak. Argyre digambarkan sebagai sebuah kerajaan kota (polis) yang merupakan tempat perdagangan dan pertanian yang makmur. Sedangkan dari naskah Cina, disebutkan bahwa pada tahun 132 raja Ye Tiau bernama Tiao Pien mengirim utusan ke Cina pada jaman dinasti Han. Ye Tiau ditafsirkan Jawa, dan Tiau Pien adalah Dewawarman.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Sedangkan Raja pertama Salakanagara bernama Dewawarman yang berasal dari Pallawa, India. Ia mula-mula menjadi duta India di Pulau Jawa, kemudian menjadi menantu Aki Tirem. Anak Aki Tirem bernama Pohaci Larasati, yang kemudian menjadi istri Dewawarman. Saat menjadi raja Salakanagara, Dewawarman I ini dinobatkan dengan nama Prabhu Dharmalokapala Dewawarman Raksagapurasagara. Ibukota Salakanagara adalah Rajatapura yang hingga tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya,antara lain Kerajaan Agninusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.
Kalau Salakanagara telah tercatat dalam catatan Ptolomeus tahun 150, bisa diartikan bahwa Salakanagara adalah kerajaan pertama di Nusantara yang bisa dibuktikan melalui peninggalannya. Kebanyakan peninggalannya berupa situs pertanian atau religius.Namun ada bukti arkeologis yang mendukung keberadaan kerajaan ini.Salah satu bukti terdapat di prasasti Sanghyang Tapak di Sukabumi. Prasasti ini dibuat di era Prabu Sri Jayabupati, Raja Sunda pada 952 – 964 Caka Sunda (1045 – 1057 Masehi Julian). Dalam prasasti ini disebutkan bahwa pada tahun 52 Saka, Aki Tirem menyerahkan kekuasaan Kerajaan Sakalanagara kepada putrinya, Larasati yang dinikahi oleh Dewawarman dari India. Peristiwa ini lantas dijadikan titimangsa penetapan tahun pertama Kalender Sunda. Artinya, cerita Sakalanagara ini jatuh pada abad kedua masehi (122 M). Jika dicocokkan dengan naskah Pangeran Wangsakerta (abad 17), sangat cocok. Bahkan apabila cerita Sakalanagara jaman Aki Tirem dan naskah Pangeran Wangsakerta dihubungkan, menurut data Atmadiredja, sangat cocok. Penanggalan Kala Sunda dihitung mundur secara matematik. Tahun pertama merujuk pada saat penyerahan kekuasaan Aki Tirem kepada Puterinya.
Penduduk Salakanagara bekerja menghasilkan beras. Pada jaman ini persawahan telah dikenal, tentu bersifat tadah hujan. Besar kemungkinan mereka masih berladang berpindah, mengingat dalam nama-nama tempat (toponim) di Jakarta terdapat nama Cegres. Cegres berarti tanah tandus. Srengseng, terdapat di Jakarta Barat dan Srengseng Sawah di Jakarta Selatan. Srengseng berarti tanah yang tak dapat dicetak menjadi sawah. Penduduk juga mencari ikan, baik ikan laut mau pun ikan sungai. Di daerah Basmul, Jakarta Barat, terdapat nama tempat Pesalo. Pesalo artinya penangkap ikan. Selain itu penduduk juga menanam hortikultura.Mata pencaharian penduduk yang agraris itu ikut membentuk sistem kepercayaannya.
Meski pun raja-raja Salakanagara beragama Hindu, tetapi penduduk mempunyai kepercayaan agama “nenek moyang”. Penduduk menjalankan ritualisme yang berkaitan dengan musim-musim (tahapan) menanam padi. Bila tiba musim motong (panen) penduduk menyambut dengan upacara menghormati Dewi Sri, yang dianggap sebagai dewi pembawa kemakmuran. Tebu, sebagai tanaman yang mennimbulkan kemakmuran ditebang; dan berikut daunnya diikat di tiang-tiang rumah. Mereka juga mengarak ondel-ondel, boneka besar, yang merupakan perlambang dari pembantu-pembantu Dewi Sri yang siap menghalau setan-setan jahat yang akan mengganggu sawah ladang mereka. Para pesalo mengadakan ritualisme menyambut perginya musim barat. Perkataan barat di sini bukan berarti arah mata angin, melainkan artinya susah/sulit.Perkataan “berat” yang biasa diucapkan banyak orang misalnya dalam kalimat, “Wah berat deh persoalannya”. Maka kata “berat” di sini sebenamya mengacu pada”barat” yang artinya sulit dan bukan “berat” dalam arti bobot.
Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis. Sementara Jayasinghawarman pendiri kerajaan Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Calankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.Di kemudian hari setelah Jayasinghawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.

sumber:http://indonesiarevive.com/2010/12/23/kerajaan-tertua-di-jawa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar